Anand Krishna Ungkapkan Rahasia Kebahagiaan Sejati dalam Buku “Soul Awareness – Menyingkap Rahasia Roh dan Reinkarnasi”
Buku “Soul Awareness – Menyingkap Rahasia Roh dan Reinkarnasi” adalah salah satu buku buah karya Anand Krishna yang banyak mengungkap rahasia yang sering ditanyakan oleh para pejalan spiritual, mulai dari Roh, Reinkarnasi bahkan hingga Kebahagiaan.
Jika Anda adalah seorang yang sedang mencari, sedang mendalami spiritual buku “Soul Awareness – Menyingkap Rahasia Roh dan Reinkarnasi” bisa menjadi salah satu teman yang dapat menemani perjalanan Anda.
Berikut ini sedikit kutipan dari buku “Soul Awareness – Menyingkap Rahasia Roh dan Reinkarnasi” yang berisikan penjelasan Beliau terkait dengan Kebahagiaan Sejati, mari kita sama-sama renungkan penjelasan Beliau tersebut . . . . .
Adakah seorang pun di antara kita yang tidak mendambakan kebahagiaan? Jelas tidak ada. Setiap orang ingin bahagia, ingin hidup bahagia hanya saja, definisi kita tentang kebahagiaan bisa jadi sangat berbeda antara yang satu dengan yang lain.
Seorang petani di Suatu Desa Terpencil memiliki sawah seluas satu hektar. Ia bekerja keras siang dan malam, dan mengharapkan panen yang baik, bagus. Semua itu ia lakukan demi menutupi segala keperluan keluarganya. Syukur-syukur kaeluarganya bisa dikategorikan sebagai keluarga sejahtera.
Ia ingin memastikan tidak seorang pun dalam keluarganya kekurangan pangan dan sandang. Mungkin anak-anaknya dapat diberikan pendidikan sampai sekolah menengah. Mungkin ada yang dapat duduk di bangku perguruan tinggi.
Ia membayangkan semua itu, “Oh, betapa bahagia hidupku jika aku berhasil. Sudah pasti tenang, tenteram, sentosa.”
Going against all odds, sang petani berhasil!
Impiannya menjadi kenyataan. Tetapi, bahagiakah ia? Pernahkah terlintas dalam benaknya jika keberhasilan materi itu datang bersama kembaran-kembarannya berupa stress, “Masih harus bayar cicilan mobil, si bungsu belum selesai kuliah, kali ini panen tidak boleh gagal…”
God forbid, jangan pula ada yang jatuh sakit
Jangan sampai ada yang harus diopname. Pernahkah terpikir olehnya biaya rumah sakit yang sudah menjadi usaha dagang itu seperti apa? Pernahkah ia berhadapan dengan dokter “professional” yang saraf empatinya sudah terjepit, bahkan, tersumbat oleh uang.
Seorang Prajurit dengan Patriotisme yang sangat tinggi berbakti bagi nusa dan bangsa. Sejak kecil, memang itulah cita-citanya.
Ia meninggalkan keluarganya, rumah, segala-galanya demi mengabdi pada Ibu Pertiwi. Pengabdian seperti itu membuatnya bahagi. Ia merasa puas dan memperoleh ketenangan dan ketentraman batin dari apa yang dilakukannya.
Sehingga ketika ia kehilangan salah satu kakinya dalam suatu pertempuran, ia tetap ceria. Bahkan ia tidak menganggapnya sebagai pengorbanan. Ia menganggapnya sebagai persembahan yang diterima oleh Ibu Pertiwi.
Namun, setelah kembali dari medan perang, setelah pensiun dini, setelah kembali menjadi warga sipil, apa yang dilihatnya, apa yang ditemukannya? Musuh di medan perang adalah nyata. Jumlah mereka bisa diperkirakan. Kekuatan mereka juga bisa diperkirakan. Namun, tidak demikian dengan sesama anak bangsa, para pejabat penjahat setanah air dan sebangsa yang tengah menggerogoti Bunda Pertiwi. Mereka tidak hanya merampok dan menjarahnya, tetapi juga melecehkan dan memperkosanya. Apa yang mesti ia lakukan?
Ia merasa tidak berdaya.
Ia pernah bertugas untuk membunuh setiap orang yang memusuhi Negara dan bangsanya. Ia pernah mendapatkan penghargaan atas jasa-jasanya. Namun, bagaimana dengan musuh-musuh Negara dan bangsa yang ada di tengah masyarakat?
Bagaimana ia mesti bersikap terhadap mereka? Melaporkan mereka kepada yang berwajib? Sudah, sudah pernah, ternyata pihak yang disebut ber-“wajib” itu mengartikan Perlindungan buat Sesama Penjahat sebagai ke-“wajib”-an mereka. Mau bilang apa?
Apakah sekarang ia bahagia?
Tidak. Sekarang, semangatnya yang membara untuk mengabdi pada nusa dan bangsa malah menyebabkan stres yang tak berkesudahan. Setiap hari ia mesti mati berulang kali karena merasa tidak berdaya menghadapi musuh-musuh yang tidak hanya berkeliaran bebas, tetapi sering kali justru mendapatkan perlakuan khusus dari…
Kita Semua-Tanpa kecuali-Menginginkan Kebahagiaan. Tujuan semua sama: Kebahagiaan sejati. Namun, masing-masing merasa bisa bahagia dengan ,menempuh jalan tertentu.
Jalan yang kita tempuh, cara kita untuk memperoleh kebahagiaan berbeda-beda. Namun, tujuannya tetap satu dan sama. Sesungguhnya, “Satu Tujuan Hidup” inilah yang mempersatukan seluruh umat manusia sebagai satu umat, satu keluarga.
Karena ada tujuan hidup yang tunggal, satu, dan sama itu, maka ada kemungkinan bagi kita semua untuk bekerja sama. Untuk tidak sikut-menyikut, untuk tidak berlomba, tetapi bekerja sama. Untuk Bergotong-royong, dan bersama-sama membangun ulang dunia ini. Untuk mewujudkan surga di muka bumi.
Para pujangga dari Peradaban Sindhu, Shintu, Shin, Hindu, Hindia, Indo, Indies – tempat Nusantara adalah bagiannya-telah menyimpulkan sejak dahulu kala: Vasudhaiva Kutumbakam – Seluruh Umat Manusia, Seluruh Penduduk, Penghuni Planet Bumi adalah satu Keluarga Besar.
Lalu, Adakah yang Terlupakan oleh Kita Selama Ini? Maksudnya: Adakah yang terlupakan dalam pencarian kita menuju hidup bahagia?
Kenapa si petani yang sudah berhasil pun masih tidak bahagia? Kenapa para dokter-pun pengacara, ahli hukum, jaksa, hakim, pendidik, dan pengajar-yang menjalankan profesi-profesi mulia bertindak secara tidak mulia? Kenapa prajurit yang tidak bersedih hati ketika salah satu kakinya diamputasi, sekarang malah stres berat?
Kenapa ada ketidakadilan, korupsi, kejahatan, dan berbagai penyakit, yang tidak alami, yang seolah diundang? Penyakit yang penyebabnya adalah diri kita sendiri? Penyakit yang disebabkan oleh ulah kita sendiri?
Kenapa kita masih sibuk berlomba? Kenapa belum bisa bekerja sama dengan segala ketulusan hati dan niat?
Sebabnya: Kita Belum Menyadari Kesatuan di antara kita. Kita masih sepenuhnya terjebak dalam lapisan kesadaran fisik murni. Belum menyadari adanya wilayah roh tempat kita dipersatukan. Ada wilayah energi murni, wilayah kesadaran murni, tempat tidak ada lagi perbedaan.
Kita masih terjebak dalam ilusi “ini punyaku, itu punyamu.” Ini umat-“ku”, itu umat “mu”. Kita masih belum sadar akan makna, esensi, dan implikasi petuah Vasudhaiva Kutumbakam.
Petuah itu bukanlah untuk diucapkan atau diulangi saja, tetapi untuk dihayati, dilakoni, dipraktikan dalam keseharian hidup. Jika kita betul-betul memahami arti petuah tersebut, dengan sendirinya kita pun menjadi sadar bahwa .
Setiap orang Ingin Bahagia, sebagaimana Aku Ingin Bahagia. Nah, kesadaran itulah yang mesti diupayakan. Kesadaran itulah yang mengantar kita pada wilayah rohani, spiritual. Atau, sebaliknya, dengan berada dalam wilayah rohani atau spiritual, dengan adanya soul-awareness, kita menjadi sadar akan saling keterkaitan kita; akan kesatuan dan persatuan kita dengan mahluk-mahluk seantero alam.
Untuk itulah dibutuhkan meditasi
Meditasi sebagai Latihan, sebagai Laku, sekaligus sebagai Gaya Hidup. Gaya Hidup penuh empati, penuh kepedulian, penuh kasih.
Sesungguhnya, dalam Laku Meditasi – dalam kesadaran meditatif, rohani, atau spiritual-kita semua dipersatukan.
Warna kulit, bahasa, ras, suku, dan kepercayaan kita boleh beda; penampilan kita, fisik kita, bahkan cara berpikir kita boleh beda; tetapi dalam kesadaran rohani, kita semua dipersatukan oleh Kebutuhan kita akan Kebahagiaan Sejati, yang mana adalah satu dan sama pula.
Berarti, kebutuhan akan kebahagiaan sejati bukan sekadar kebutuhan biasa. Ia adalah kebutuhan Jiwa, kebutuhan Roh. Atau lebih tepatnya, kebahagiaan sejati adalah sifat yang melekat pada Jiwa, pada Roh. Mewujudkannya adalah takdir kita.
Untuk itulah kita dilengkapi dengan badan, dengan gugusan pikiran dan perasaan, dengan intelegensi. Semua “peralatan” itu semata untuk membantu kita meraih kebahagiaan sejati, yang menjadi tujuan hidup kita.
Dalam bab berikut kita akan berupaya memahami fungsi dan cara kerja peralatan yang kita miliki.
Sumber ;
Judul Buku : “Soul Awareness – Menyingkap Rahasia Roh dan Reinkarnasi ”
Penulis : Anand Krishna
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2016