Ravana yang berupaya untuk merayu Sita agar menyerah sebagai pendampingnya. Ravana mengancam Sita dengan kematian, membujuk dengan hadiah dan janji-janji tetapi Sita tetap tak bergeming. Ravana mencoba dengan kata-kata lembut dan siksaan kejam, Sita tetap tidak tergoyahkan.
Ravana akhirnya memperoleh ide cemerlang. Di kamarnya, Ravana mengubah dirinya mengambil wujud Rama. Ravana berpikir Sita akan teperdaya.
Tetapi, apa yang terjadi? Begitu Ravana mengambil wujud Rama, semua pikiran jahat lari dari dirinya, hanya kebenaran yang berkuasa. Ravana sadar dengan wujud Rama dia tidak akan dapat memperdaya Sita, bahkan dia akan menjadi orang baik dan akan mengembalikan Sita kepada Rama.
Jati Diri, Benih Potensi Rama dalam diri Ravana muncul saat Ravana mewujud sebagai Rama. Akan tetapi Nafsu Keinginan dan Amarah segera menutupi Jati Diri Ravana dan Ravana batal mengambil wujud Rama.
Anand Krishna Menjelaskan:
“(Dorongan itu) adalah keinginan dan amarah, bersumber dari sifat rajas, penuh nafsu, penuh gairah. Keduanya tidak pernah puas dan tidak terselesaikan. Pembawa bencana, mereka musuh utama manusia (sebab, menjadi penghalang bagi hidup berkesadaran).” Bhagavad Gita 3:37
Keduanya dari sifat Rajas. Rajas ini yang membuat kita aktif. Energi kita itu dari sifat Rajas. Setiap orang punya sifat Rajas. Berarti setiap orang mempunyai keinginan dan bisa marah.
2 hal ini memang ada dalam diri kita semua. Harus dikendalikan.
“Sebagaimana api tertutup oleh asap; cermin oleh debu; dan janin oleh kandungan – pun demikian Kesadaran Diri atau Pengetahuan Sejati tentang Hakikat Diri sebagai jiwa, percikan Jiwa Agung, tertutup oleh nafsu keinginan dan amarah.” Bhagavad Gita 3:38
Nafsu keinginan dan amarah ini menutup identitas diri kita yang sebenarnya. Identitas diri kita ada dan tidak pernah hilang. Tapi nafsu keinginan dan amarah, karena tidak dapat sesuatu kita marah. Mengapa menutup identitas diri, karena saat kita punya keinginan saya mengidentitaskan diri kita dengan sesuatu itu. Siang malam yang terpikir sesuatu itu. Mau kawin dengan seseorang seolah-olah tanpa orang itu kita tidak punya kepribadian lagi. Mau mobil mewah, seolah-olah tanpa mobil itu kita tidak punya jati diri. Tidak punya kepribadian. Jadi apa pun yang kita kehendaki, kita mengidentitaskan diri kita dengan barang itu, benda itu, orang itu. Kalau nggak dapat kita marah.
Kita lupa bahwa sejak lahir kita tidak punya benda itu. Sejak lahir kita tidak kenal orang itu, kok tiba-tiba sekarang tanpa dia hidup akan menjadi hitam putih. Ini yang dikatakan oleh Krishna bahwa api tertutup oleh asap, cermin oleh debu, janian oleh kandungan, begitu juga nafsu keinginan dan amarah menutupi diri kita.
“Wahai Kaunteya (Arjuna, Putra Kunti), Pengetahuan Sejati tentang Hakikat Diri tertutup oleh nafsu keinginan yang oleh para bijak disebut musuh manusia sejak dahulu kala; berhubung nafsu keinginan bagaikan kobaran api yang berkobar terus, tidak pernah puas.” Bhagavad Gita 3:39
Beberapa orang lapor pada nabi bahwa kita baru saja menyelesaikan perang. Dan perang sesungguhnya adalah perang melawan nafs-nafs. Itulah perang sesungguhnya yang terjadi setiap saat.
Apa yang dikatakan oleh Krishna 5.000 tahun yang lalu. Sekarang psikologi pun akan membenarkan. Bahwa keinginan kita, dorongan dari pada nafsu, apalagi ada pemicunya di luar, kalau dua-duanya ketemu menyebabkan kecelakaan. saya punya nafsu, saya mau minum alkohol, di luar ada alkohol, saya punya uang, segalanya ketemu, menyebabkan kecelakaan. Pengetahuan Sejati tentang Hakikat Diri tertutup oleh nafsu keinginan yang oleh para bijak disebut musuh manusia sejak dahulu kala; berhubung nafsu keinginan bagaikan kobaran api yang berkobar terus, tidak pernah puas. Nafsu tidak pernah puas. Nggak pernah selesai.